Rasanya Begini Jadi Orang Asing

Awalnya sih sulit untuk mengungkapkan kepada sobat semua tentang keadaan buruk ini. Keadaan yang membawa diriku berada di tengah-tengah banyak orang yang hampir 75% dari mereka tak kukenali. Yah, ini adalah suasana terburuk sepanjang perjalanan hidupku, selain malu dan gak pede, aku paling gak suka dengan keramaian. Kau tahu sobat? Ini adalah suasana saat-saat aku berada di kampus. Sebagai mahasiswi jurusan Teknik Informatika pada Sekolah Tinggi Ilmu Komputer yang berada di Banyuwangi ini, aku kerap kali merasakan ada keganjalan yang setiap saat menghampiri. Jelas saja, ditengah-tengah keramaian itu, hanya aku yang tak paham dengan bahasa daerah tersebut. So pasti, aku wong Ambon. Eheheheh…. Yah, aku memang lahir dan besar di Ambon, Maluku. Tapi sebenarnya aku berasal dari daerah gandrung ini. Silsilahnya, ibuku itu asli Ambon dan bapakku asli Banyuwangi. Soal gimana mereka bisa ketemu, itu serahkan saja sama yang di Atas, sebagai anak hanya bisa pasrah karena telah dilahirkan di dunia ini, ehehehhehe….

Merasa terpojok tanpa banyak teman, itulah yang harus aku terima. Ceritanya seperti ini. Hari itu jadwal kuliah aku dari jam 4.15-5.15 atau sesi satu waktu kuliah. Kebetulan dosennya tidak masuk dengan alasan rumahnya kebanjiran, “sungguh alasan yang jarang aku temui di musim kemarau seperti ini”. Saat itu aku masih berdandan rapih di depan cermin, temanku telepon dan mengatakan dosennya tidak hadir. Terus saja aku melanjutkan dandananku itu. Selain niat untuk menerima materi, aku sering meluangkan waktu kosong dengan internetan di ruang Lab Perpustakaan kampus. Hampir setengah jam aku berada di kamar sambil membenarkan jilbabku yang tak kalah heboh berantakan. Keringatku perlahan bercucuran membasahi baju dan wajahku, maklum aku hanya anak kos yang merantau jauh dari orang tua, jadi untuk membeli kipas angin saja tidak sanggup, apalagi membeli Ac, hem… sungguh mustahil.

Setelah berada di kampus dengan perjalanan kurang lebih 50 meter itu (ehehe…. Kos-kosanku tepat berada di belakang kampus), tak satupun teman yang aku kenali. Seperti biasanya, dengan kepala merunduk sembari menekan tombol-tombol ponsel, aku berjalan pelan menuju ruang Lab Perpustakaan. Padahal pulsa di ponselku habis, lagakku layaknya orang yang sedang SMS .ahahahahah…… kanker, alias kantong kering. Tak apalah, selagi aku masih punya kesibukan. Busyeett… Lab Perpustakaannya tutup. Sungguh suatu hal yang menjengkelkan. Berjalan dengan wajah setengah marah, aku bertemu dengan Tika, teman satu kelasku yang sedang duduk pada deretan anak tangga.

“Heii La.. kemana?” Tanya tika

“Ini, dari Perpustakaan, tapi tutup”. Setengah hati aku menjawabnya.

“Owalah.. perpus terus Shila ini.” Ejek Tika halus

“Yee.. wong aku gak punya laptop tik..tik..”. jawabku enteng

Entah apa yang harus aku lakukan saat itu. Berjalan menuju halaman kampus, dan duduk menghabiskan kesendirianku ditempat itu, sekali lagi dengan lagak SMS-an. Aku dengan pedenya menekan tombol-tombol ponsel tut..tut..tut.. itu, mahfum, ini ponsel keluaran baru dengan tipe yang sangat-sangat klasik dan jadul, ahahahahha..

Aku menatap satu per satu dari mereka yang lewat dihadapanku. Aku juga sedang melihat mereka yang asyik bermain laptop, dua orang sijoli yang tengah berpacaran, dan mereka yang asyik tertawa bersama teman-temannya. Sungguh pemandangan yang membuat aku iri. Ingin pergi meninggalkan tempat ini, tapi hanya tempat ini yang paling mengerti kesendirianku, kebetulan juga aku punya jadwal kuliah pada sesi ke-2. Dengan sabarnya menunggu, tiba-tiba Rina datang menghampiriku dari arah belakang.

“Hei… nglamun aja”. Sentak Rina

“Duh..kaget aku Rin”.

“Kok sendiri? Gabung ama kita yuk”.

Dengan senang hati, aku melangkah menuju tempat nongkrong Rina bersama teman-temannya itu. Sedikit legah dengan suasana seperti ini. Tapi, lagi-lagi aku tak paham dengan omongan mereka. “apa sih maksudnya?”. Tiga kata itu yang selalu aku lontarkan dalam hati.

“Hei… entar kul apa kamu shil ?” tanya Edoi yang sejak tadi asyik bermain laptop

“Desain grafis. Kamu”?

“Aku jaringan komputer”.

Pertanyaan sekilas itu sungguh tak mengubah suasana hatiku saat ini. Entah setan apa yang tiba-tiba membawa mereka pergi meninggalkan aku. Satu per satu menghilang entah kemana, dan ujung-ujungnya, aku sendiri lagi. Ponsel tut..tut..tut itu teman sejatiku. Walaupun tipenya jadul, tapi sering kali kujadikan sebagai diary kecilku. Dengan lincah, jari-jariku menari sembari menekan huruf demi huruf dan merangkaikan keluhan hati yang saat itu aku rasakan. Dalam bait kalimatnya, ada beberapa kata yang membuat aku kecewa, tapi pada sisi lain, aku mulai legah karena dapat mencurahkan segala isi hati ini yang sejak tadi termakan amarah. “Benar-benar sial, udah dandan rapih eh malah dosennya nggak masuk, niat buat internetan malah tutup ruangannya, setelah itu duduk terpaku menyendiri di halaman kampus seperti orang gila yang dijahui banyak teman. Mungkin hanya itu, bahasa yang mereka gunakan masih asing dan sulit aku pahami. Ada rada-rada nggak nyambung juga sih,ehehe….

Kejadian ini sungguh mengingatkan aku tentang dua tahun kemarin. Dimana saat aku masih duduk di bangku SMA, ada siswi pindahan dari Bogor, Jawa Barat. Namanya Lona. Dengan gaya rambutnya yang pirang coklat, rok seragam yang lumayan pendek, dan sepatu sekolah yang berwarna biru itu, Lona sering dijadikan bahan pembicaraan banyak siswa di sekolah. Selain gayanya yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah, Lona juga ternyata memiliki cara berbicara yang berbeda dengan anak-anak yang lain, maklumlah, Lona lahir dan besar di kota teh itu. Saat berkumpul bersama aku dan teman-teman, Lona terlihat lebih banyak diam, dan selalu menebar senyum. Jawabannya ketika ditanya hanya iya, iya, dan iya. Hingga pada suatu hari, Lona mendapat musibah di jalan karena tak sengaja menabrak gerobak buah yang saat itu tepat berada di belakangnya. Kaki Lona tiba-tiba menghantam gerobak buah itu sehingga terpelanting dan mundur beberapa meter dari tempat parkirannya.

“maaf pak, aku nggak sengaja”. Ujar Lona ketakutan

“seng bisa, ganti capat”. Jawab penjual buah itu

“Iya pak”

Eheheh…. Dalam percakapan singkat itu, jelas sudah untuk Lona menanggapinya dengan baik, padahal anggapan penjual itu lain. Ia terliahat ketakutan tanpa mengeluarkan satu kata pun”. Sambil menarik-narik baju aku, Lona bertanya tentang apa yang dikatakan penjual buah tersebut. Ternyata, penjual buah itu hanya menginginkan Lona untuk mengganti semua buah yang telah dia jatuhkan. Dengan uang seratus ribu rupiah, Lona menutupi kesalahnnya.

Percakapan itu berasal dari dua bahasa daerah , Lona sendiri dengan logat Bogornya, dan penjual itu jelas-jelas menggunakan logat Ambon. Lona terlihat malu didepan aku dan teman-teman yang lain.

Selain kisah tentang Lona, aku juga teringat dengan kejadian tiga tahun lalu dimana saat awal aku menjadi siswi putih abu-abu. Ada seorang temanku, ia bernama Heru. Heru lahir dan besar di Padang, Sumatera Barat. Dengan ajakan keluarganya ke Ambon, Heru rela meninggalkan teman-temannya yang berada di Padang. Dengan wajah yang lumayan oke, gaya celannya ala barat, dan rambutnya yang tak kalah oke.Heru menjadi perhatian banyak orang saat itu. Saat menjalani masa-masa percobaan menjadi siswa baru, Heru seringkali menjadi bahan tertawaan dengan logat Padangnya, yang menurut aku sendiri seperti kita sedang berada di negeri Malaya sana. Tekanan kata dan senyumannya itu membuat semua orang tak lepas dari pandangan mereka. Heru juga selalu menjadi bahan percontohan ketika berada di kelas, misalnya ia sering dianggap sebagai artislah, pokoknya hal-hal yang membuat perut kita menggelitik.

Lepas dari beberapa pengalaman yang aku temui di atas. Ada sebuah pengalaman penting yang tak dapat terlupakan sepanjang hidupku ini. Saat berjalan menuju kampus, aku sempat disakiti oleh seseorang yang wajahnya tak dapat kukenali. Dengan bertutupan helm hitam, baju hijau, dan menggunakan motor metik, pria itu dengan berani memegang daerah disekitar dadaku, hingga untuk berteriak saja aku tak mampu melakukannya. Suara ini seakan tersangkut di tenggorokan. Dengan tubuh yang gemetar dan ketakutan, aku berjalan perlahan-lahan menuju kampus. Saat itulah, aku dapat merasakan akibat buruk dari kesendirianku. Mungkin itu sebuah peringatan bagaimana aku bisa menerima kenyataan dan mendekatkan diri dengan lingkungan sekitar. Sejak saat itu, aku perlahan mendekati mereka yang jarang menyapaku. Dengan mereka yang tak pernah aku kenal sekalipun. Hingga kini, aku merasa lebih leluasa, mencoba untuk mengerti dan belajar tentang kehidupanku yang baru.

Impian Tertunda

Hai,aku seorang mahasiswi di sebuah institut di pulau kecil. Dulu aku pernah punya mimpi menjadi seorang artis. Mungkin karna keseringan nonton tv kali yah. Kalau aku pikir jadi artis tuh enak banget. Yang pertama nih ya, punya banyak uang jadi bisa beli apa aja donk buat siapaaaaa aja. Yang kedua jadi terkenal, enak donk di sukai banyak orang rasanya bangga banget. Yang selanjutnya, bisa ketemu artis-artis yang laen apalagi artis cowoknya tuh. Yah siapa tahu ada yang kecantol. Xixixixixixi... :-b

Nggak cuma berangan-angan aja, aku mulai usaha buat kirim-kirim formulir pendaftaran model di sebuah majalah remaja yang terkenal. Usaha yang pertama nggak berhasil, foto ku nggak ada di majalah itu sebagai model yang terpilih. Akhirnya aku coba lagi di kategori yang lain. Aku siapin data-data ku. Mulai dari foto, formulir, surat persetujuan ortu, & data-data lain yang di butuhin. Semua udah selesai dan tinggal di kirim via pos. Tapi mungkin Tuhan punya rencana lain. Sebelum rencana ku itu terlaksana, kami di tinggal oleh ayah kami yang tercinta untuk selamanya. Seketika itu juga impian ku terlupakan. Hancur bersama perasaan sedih kami pada saat itu.

Sejak itu aku nggak pernah lagi kepikiran jadi artis. Aku akhirnya fokus dengan pendidikan ku yang memang, kata orang, pendidikan tuh penting banget. Walaupun aku nggak bisa wujudin impian ku jadi artis, paling nggak aku bisa selesai’in pendidikan aku & mudah-mudahan dapet kerjaan yang bagus. Semoga itu cukup jadi kebanggaan buat mama, ortu ku satu-satunya saat ini.

Sekarang, aku lagi dalam tahap akhir penyelesaian pendidikan ku. Doain ya moga-moga cepet selesai and bisa dapet job yang ok punya.

Thanks buat ruang curhatnya...

Mimpi dan Imajinasi

Seandainya saja jadwal kehidupan dan kematian bisa ditebak ataupun ku ketahui sebelum kujalani kenyataannya. Tentu, pasti kupilih yang terbaik, kuhindari ataupun langsung kusingkirkan jika itu memang terburuk untukku.

Jika begitu kenyataannya, kurasa hidupku pasti akan aman, lancar, dan bersenang-senang terus-menerus. Ini dia... Ini baru yang namanya hidup impian.

“Hidup impian ?.”

“Ah… Rasanya ingin sekali seperti itu, tapi mungkin ini akan terjadi nanti…” ”Nanti ?.”

”Ah…masih lama juga kedengarannya.”

”Sampai kapan ?.”

”Ah… kenapa kau tanya, tentu aku tak’ tahu. Memangnya aku TUHAN.  Bukankah itu adalah rahasia ALLAH bukan ?.”

Jika bisa ku ketahui jalan hidupku, kurasa aku akan cepat mengalami kejenuhan.

”Bagaimana tidak ?.”

”Setiap waktu kuhabiskan dengan bersenang-senang, tetapi kesulitan hanya

terbentuk dalam sebuah kata namun itu tidak nyata. Jika pun itu terjadi, pasti itu bukan sesungguhnya kehidupan. Kehidupan sesungguhnya adalah suatu keharusan untuk menerima takdir, menerima takdir berarti menjalani kehidupan dengan ikhlas, dan dengan ikhlas semua zat-zat positif akan lebih produktif daripada negatif. Dengan itu, emm…. kupikir kehidupan yang dijalani akan jauh lebih baik bukan ?.”

Kesimpulannya, menerima dan menjalani dengan ikhlas suatu kehidupan yang sudah dikehendaki-Nya adalah pilihan yang terbaik dan paling bijaksana, kurasa seperti itu. Tetapi di satu sisi, sesungguhnya hal itu paling sulit untuk dilakukan.

“Apa aku menerima takdir ?”.

”Tentu saja. Ya..... Aku menerima takdir”. Tetapi tidak untuk ini….”

”(Maksudnya apa ?.)”. Pasti kata tanya itu yang langsung ada di pikiran kawan bukan saat ini ?.

Namun, ini bukan statement pembangkangan, mungkin kedengarannya ya, karena subject dari awal kalimat itu pernyataannya ’tetapi’. Karena alasannya sederhana saja, aku bukan pembangkang, apalagi ini menyangkut persoalan agama.

Bukankah agama mengajarkan untuk menjemput kesuksesan yang sudah digariskan-Nya itu. Aku menerima takdir, tetapi tidak untuk ini… Untuk begitu saja mau menerima sepenuhnya. Karena merubah kehidupan untuk jadi lebih baik dan lebih baik lagi—begitu seterusnya adalah suatu keharusan bukan ?.

Ah... rasanya terdengar seperti kurang puas dengan kehidupan yang kujalani sekarang, tetapi bukan begitu maksudku.

”Kawan tentu paham bukan maksudku ?.”

Karena jika hanya memasrahkan diri dengan takdir, tanpa berusaha untuk melakukan suatu apapun untuk menjadikan mimpi-mimpi itu nyata adalah sebuah ke-maha-tololan, dan itu pasti ke-maha-tololan nomor 1. Itu pendapatku.

Jika aku sebut mimpi, khayalan, dan imajinasi, memang… Kuakui mereka tak hanya sekedar mempengaruhiku, tetapi mereka itu intinya, pusatnya, induknya, dan biang keroknya, kurasa kata yang terakhir itu lebih tepat, lebih mewakili mungkin. Ya…mereka yang t’lah ‘mencuci otakku’ hingga jadi demikian adanya, jadi seperti ini. Atau mungkin ada benarnya juga isi dari beberapa buku ’kumpulan binatang itu’.

..........’Shio ular berkepala sapi’  adalah seorang pemimpi kelas ’tinggi’ dan bukan kelas Teri.

Mereka juga yang membuat aku berani untuk jadi pemimpi, pengkhayal, pengimajinasi, setelah ini kawan akan kuberitahu. Tetapi mungkin, memang agak sedikit gila, kedengarannya. Jikalau di luar sana ada seseorang ataupun banyak sekalipun mengatakan….

“Kau sudah gila ?...”.

Pasti kujawab dengan “Ya…aku memang sudah gila”.

Kawan tahu, kenapa aku ‘gila’ ?.

Bayangkan, terkadang jika mobil mewah melintas didepanku bak model seksi yang sedang beraksi di atas catwalk, langsung cukup kukatakan dalam hati...

“Nanti kubeli mobil yang jauh lebih hebat dari itu”. Kenyataannya sekarang, tidak bisa.

Jika ada rumah mewah kulewati.

“Nanti kudapatkan rumah jauh lebih besar dan jauh lebih luas dari itu”. Kenyataannya sekarang, tidak bisa.

Jika keindahan sesuatu hal atau apapun itu yang berada di dalam sebuah negara dan bentuk kesucian dari agama membuatku memikirkannya, langsung kukatakan.

“Heeeyy….Lihat, nanti akan ku kunjungi negaramu dengan kuboyong kedua orangtuaku kesana”. Kenyataannya sekarang, apalah dayaku, tidak bisa juga.

Jadi sekarang, kiranya pertanyaan apa yang pantas untukku. Mungkin seperti ini…

“Kau sekarang bisa apa ?”.

“Aku sekarang hanya bisa jadi pemimpi, pengkhayal, dan pengimajinasi, itu saja…”.

Mungkin, memang terdengar agak menjijikkan. Terlalu banyak berkhayal, tentu tidak bagus bukan ?.

Tapi perlu kawan ketahui, bahwa semua ini memang benar adanya dan bukan hanya basa-basi belaka. Bukankah di dalam hidup sudah terlalu banyak basa-basi, jadi tak’ bagus juga menambah basa-basi di dalam kehidupan ini.

“Kau nanti bisa apa ?”.

“Ya…aku nanti bisa mendapatkan semuanya”.

“Apa itu pasti dan apa kau yakin dengan ucapanmu itu  ?.

“Ya… aku yakin sekali”.

Sesungguhnya yang paling kutahu, mimpi yang sangat kuat adalah awal dari keberhasilan untuk meraihnya, walaupun itu hanya baru dimulai dengan setitik. Meskipun begitu, memulainya dengan setitik adalah sesuatu hal yang terpenting. Dengan modal setitik pula, pada akhirnya jalan-jalan yang sebelumnya tertutup pasti akan terbuka. Namun yang pasti, semua itu perlu waktu. Dan aku akan menunggu sampai waktu itu terjadi dan membawaku untuk berjalan diatas jalan yang selama ini aku inginkan. Dan tentunya juga, aku takkan berdiam diri hanya dengan menunggu, karna aku pasti melakukan sesuatu untuk mewujudkan jalan-jalanku sendiri yang mulai kurintis saat ini.

Karna berani bermimpi berarti berani menantang hidup, dan saatnya akan datang nanti, mimpi yang sekarang hanya lah bualan belaka akan menjadi kenyataan pada akhirnya esok. Dan, aku akan terus menunggu saat-saat itu terjadi.


Ada seorang bijak seolah seperti menguntungkan, menguntungkan sekali, ini persis seperti simbiosis komensalisme. Ya…simbiosis komensalisme, yang kurang lebih berarti : ”Karena adanya si A, menguntungkan si B. Tetapi tidak adanya si B tidak berarti apa-apa bagi si A, menguntungkan tidak merugikan pun juga tidak.”

Dalam hal ini kasusunya adalah hubungan antara orang bijak dengan konsumen statement (seseorang yang meresapi perkataan mereka. Baca : orang bijak). Konsumen statement diuntungkan karena mendapatkan pelajaran hidup dari orang bijak, tetapi bagi orang bijak tidak adanya konsumen statement tidak berpengaruh terhadapnya. Hal pengetahuan semacam ini kudapat dari buku adikku yang kini duduk di bangku sekolah dasar, dalam buku IPA miliknya.

Aih... tak’ pernah kusangka kudapat ilmu tinggi ini dari sebuah buku yang kuanggap tak penting itu.

”Tak penting ?”. Sombong sekali bukan diriku kawan.

”Apa maksudmu ?”.

Ya... tak penting, karna kemahatololan dalam hal pemikiranku ini yang bisa menjerumuskan diri ini untuk meremehkan sebuah, seseorang, atau segala sesuatu hanya dari sekali lihat. Belagu sekali diri ini. Sudah tolol, belagu pula.

”Malam sepi, di sampingku sejauh 3 meter adikku belajar, bukunya pun berserakan, kebetulan aku sedang menemaninya belajar, dan dari bermacam-macam buku yang membosankan itu terselip buku dengan cover hijau bergambar kodok, pikiranku sedang kalut, melakukan sesuatu pun rasanya enggan. Mencoba mengambil buku tersebut, membukanya secara acak, dan pada halaman 56 kutemukan ilmu tinggi dari buku yang kuanggap tak penting itu”. Begitulah keadaan saat itu.

Peribahasa asing berikut ini mengena sekali ke diriku, menerobos ruang-ruang dangkal pikiranku. ”Don’t judge a book by it cover”.

Ya… “jangan meremehkan sebuah, seseorang, atau segala sesuatu hanya dari sekali lihat”. Begitulah makna yang kutangkap dari peribahasa asing itu.

Tetapi sayang, sungguh sayang... Namun seorang bijak terlihat abstrak, tak berwujud, tak bisa dilihat secara nyata untuk kini.

“Terus kenapa ?. Jika seandainya orang bijak hidup sampai sekarang !”.

Jawabannya mungkin… ”Setidaknya aku bisa berguru dengan mereka. Belajar bagaimana caranya bisa merangkai kata-kata sedahsyat itu—yang bisa membuat banyak orang terpengaruh sambil mengatakan...

“Oh....begitu. Ya.... benar juga”. (sambil mengangguk takjim)

Tetapi lihat, apa yang mereka buat !. Gaung perkataannya, tak diragukan lagi. ‘Membumi’. Kalimat-kalimat ajaibnya seolah diramu dengan kandungan magis yang kuat, karena poin terbesar dari ramuannya dibangun berdasarkan pengalaman hidup yang dijadikan tiang-tiang pancang untuk pondasinya, kokoh bukan ?.

Apa yang t’lah tercipta dari statement-statement yang dihasilkan oleh orang bijak memang benar adanya, dan salah satu statement yang kudapat itu adalah…. yang membuatku mengatakan…

“Emmmmmmmm…ya…ya…benar juga…”.

Dan pelajaran itu mengajarkanku tentang…

“Kenangan tidak bisa untuk dilupakan, tetapi tersimpan untuk dikenang”.


Langkah hidup yang secara sengaja atau tak’ sengaja dipilih, dan t’lah dijalani pasti meninggalkan sesuatu, dan sesuatu itu tertulis manis dan juga pahit dengan nama bekas.

Ya… Bekas, macam luka di kulit yang pasti menimbulkan bekas luka, meskipun secara waktu luka itu akan sembuh. Tetapi satu hal yang harus disadari, kulit yang sudah terluka mungkin takkan bisa kembali normal seperti sedia kala, seperti sebelumnya, sebelum luka itu ada.

Kenangan pun tak jauh berbeda dengan bekas luka di kulit, karena ia akan selalu seperti itu. T’lah tercipta dan meninggalkan bekas. Ia—kenangan itu selalu ada, dan segera muncul ke atas permukaan jika kawan memilih untuk mengingatnya. Menurutku, kenangan akan selalu setia dengan tuannya. Jika kawan menginginkannya, mereka akan segera datang dan membayangi kawan sepanjang hari itu, atau mungkin berlanjut di hari selanjutnya.

Bagiku, kumpulan kenangan yang amat banyak dan mengesankan itu terangkum hanya dalam satu kata, suku kata asing, memorabilia. Setelah aku duduk di tingkat menengah pertama. Mengenakkan celana pendek, dengan setelan seragam wajib keseluruhan putih-biru. Begitu juga dengan potonganku dulu yang menurutku amat mengesankan itu. Ah.. kala itu, memang mengesankan bagiku.

Ah…waktu itu. Bagaimana tidak mengesankan. Rambut tersisir klimis. Dan minyak rambut lavender adalah andalanku.

”Minyak rambut itu, apa kawan tahu ?”.

Kuberitahu jika kawan tidak tahu ”Tempatnya berbentuk oval dengan cover depannya selalu saja tergambar raja atau ratu. Didalamnya, minyak rambut itu berwarna hijau muda, sangat menarik. Menarik bagi anak kecil mungkin, dan itu aku”.

Ah…jadul sekali, karena yang pasti minyak rambut jelly adalah trendcenternya kala itu. Tapi tak’ apa, karena minyak rambut jadul itu adalah kepercayaan diriku nomor 1—berikut rambut yang tersisir sangat rapi sekaligus mengkilap. Aih… mengesankan sekali.

Rapi plus mengkilap ?... Karena kuhabiskan hampir kurang-lebih 3 menit di depan kaca untuk menata rambut sehingga benar-benar terbelah di tengah-tengah. Dan konsekuensi yang harus ku bayar dari itu adalah dengan berolahraga gratis, tentunya… Ini pasti menyehatkan tubuh, tetapi ini bukan lazimnya olahraga. Olahraga pagi yang paling sering kulakukan adalah skotjam 15x, juga push-up 15x.

“Jika kamu telat lagi, bapak akan senang hati menambah hukumannya jadi 15x lagi”. Ujar Pak Kukuh dengan bertolak pinggang sambil tersenyum 80° sorong bibirnya hanya ke arah kiri dengan kumis ‘tuanya’ yang khas—melintang panjang dan melingkar-lingkar di kedua ujung kumisnya persis ikan yang biasa dijadikan menu pecel itu.

Guru olahraga—seorang penegak peraturan yang berkarakter sama dengan pak Kodri—guruku—spesialisnya mata pelajaran ekonomi—saat aku duduk di SMA Islam nantinya.

Ya…tak diragukan lagi, ini benar-benar sungguh belah tengah, dan tak kubiarkan 1 cm pun melenceng dari seharusnya—yang nantinya takkan berbentuk belah tengah. Ah… Tak bisa kubayangkan, jadi kacau nantinya kepercayaan diriku.

Dan kemudian, tak lupa juga kubangun sedemikian rupa dari kepercayaan diriku nomor 2. Jika saja seandainya tak’ kuciptakan kepercayaan diriku nomor 2, tidak ada atau dihilangkan begitu, ungkapan ini lebih tepat.

“Ibarat seperti makan sayur tanpa garam”. Pasti kurang sedap bukan ?. Kurang sedap juga hal itu dipandang mata. Karena bagiku, kepercayaan diriku nomor 1 dan 2 saling mengikat erat, dan tak’begitu saja dapat dipisahkan satu sama lain.

Meski punya rambut lurus, tetap kudirikan rambut depanku sedimikian rupa berdasarkan artificial intelligent, maksudku agar secara tampilan keseluruhan jadi terlihat lebih menarik, itu menurutku. Dan jambul itu yang disebut dengan kepercayaan diriku nomor 2. Berbentuk seperti jambul—tetapi menyerupai jambul hewan ternak, domba mungkin—jambul melingkar dengan terbelah ditengah. Mungkin serupa, tapi tentu tak’ sama. Karena wajahku tak’ bisa disamakan dengan seekor domba bukan ?

Dan dengan seragam putih-biru itu. Aku lalu mengenal kata demi kata asing, dan aku baru tahu arti dari kata memorabilia itu

Berbunyi…

“Sesuatu yang patut untuk dikenang”.

Jika kawan terhibur dengan tulisanku, mohon di like, juga diberi komentar tulisanku ini. Semoga bukan hanya aku saja yg menjadi pemimpi, kalian juga, dalam artian kita akan memperjuangkan mimpi itu menjadi nyata, bukan begitu kawan ?. :) .
semoga tulisan ini menginspirasimu, kawan, karena itulah tujuanku untuk memberi manfaat bagi sesama dengan caraku :)

Kadal Terjepit 10 Tahun


 Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok.

Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.





Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?

Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya …. astaga!!

Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun. Sungguh ini sebuah cinta…cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. apa yang dapat dilakukan oleh cinta? tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.

Utuh Mayat Berumur 2.150 Tahun

Mayat 2.150 Tahun Masih Utuh dan Segar Dari museum peninggalan benda bersejarah China di Kota Changsha itu hari Kamis dilaporkan, mayat tersebut utuh bagai manusia hidup dan diletakan dalam kotak bening berisi cairan pengawet. Mayat wanita bernama Sinzui tersebut berkulit putih pucat, dengan mata tertutup, lidah terjulur dan berambut hitam dengan tinggi badan mencapai 158 sentimeter.

Berdasarkan atas data di museum tersebut, mayat itu ditemukan tahun 1972 dalam peti kayu berukuran panjang lima meter, lebar dua setengah meter dan tinggi dua meter, yang terkubur pada kedalaman 20 meter dari permukaan tanah di kawasan perbukitan Mantui, Changsha.

Saat ditemukan, tiga peti dengan ukuran sama di dalamnya masing-masing terdapat satu mayat, yakni seorang laki-laki berusia 58 tahun dan 30 tahun, namun jasad dua lelaki itu tidak dipamerkan di museum Changsha.

Penemuan tiga peti besar utuh tersebut berawal dari perintah pemimpin China saat itu agar rakyat di Changsha menggali lubang besar untuk berlindung bila terjadi perang. Ketika rakyat menggali di perbukitan Maantui, pada kedalaman 20 meter ditemukan ketiga peti kayu berukuran besar tersebut dan setelah dibuka berisi masing-masing satu mayat.

Selain itu, aneka barang digunakan sejak 2.100 tahun lalu itu juga tersimpan dalam peti dan masih utuh, bahkan warnanya pun tidak memudar. Pemerintah China kemudian menurunkan tim ahli membongkar dan menyelamatkan tiga peti kayu dan seluruh isinya, termasuk tiga mayat tersebut.Berita Terbaru Online

Tim dokter ahli, yang melakukan pembedahan, menyatakan mayat itu utuh dan basah tanpa rusak, meski terkubur 2.100 tahun. Setelah dibedah, mayat itu diawetkan dengan teknologi tinggi untuk selanjutnya disimpan dalam museum Changsha, yang dibangun untuk menyelamatkan, menyimpan dan memamerkan temuan, yang bisa mengungkapkan kehidupan warga China pada 2.100 lalu itu.
Berita Terbaru Online
Berbagai alat juga ditemukan dalam peti itu, yang juga diselamatkan dan dibersihkan dengan teknologi tinggi dan bersama mayat wanita itu disimpan dan dipamerkan di museum Changsa.

Benda kuno bersejarah tinggi itu antara lain puluhan guci berukuran besar dan kecil, aneka tulang-belulang binatang, yang dagingnya dimakan manusia saat itu, mata uang logam bulat dan petak dari bambu.

Selain itu, alat masak dari kayu dan logam, sendok logam dan kayu berukuran besar, piring dan gelas dari logam dan kayu. Puluhan patung manusia dari tanah liat dan kayu, senjata kuno berupa anak panah dan busurnya, pedang kuno sepanjang 1,5 meter dan aneka senjata tajam lain juga tersimpan di sana.

Di samping itu, terdapat relief tanah liat bergambar puluhan orang, yang hidup pada zaman tersebut, alat penumbuk padi, alat musik kecapi berukuran kecil dan besar, gitar kuno, belasan seruling aneka ukuran, angklung dari kayu, tikar berukuran 2x05 meter dan alat permainan, seperti, catur kuno.Berita Terbaru Online

Selain itu, surat catatan kejadian 2.100 tahun lalu, nama pemimpin saat itu, puluhan kitab China kuno, puluhan lukisan bunga, belasan kain sutra dan baju kuno china, ikat pinggang, selendang, kaos kaki, sepatu dan celana.

Semua barang kuno tersebut ditemukan bersamaan di dalam peti kayu berisi tiga sosok mayat tersebut. Menurut Yu Wen Hui, pemimpin biro perjalanan Dong Fang Internasional Ltd, Guangzhou, China, berdasarkan atas catatan, yang diterjemahkan dari kitab kuno dan surat ditemukan dalam peti, usia mayat dan barang kuno tersebut mencapai 2.100 tahun.

Mayat dan aneka barang peninggalan bersejarah kehidupan China tempo dulu itu kini menjadi salah satu objek wisata unggulan di kota Changsha dan dikunjungi sekitar 800.000 orang tiap tahun, kata Yu Wen Hui. hebat deh.
Habis Baca , Jangan lupa LIKE yah.

Kisah Sang Kriminal

Suatu ketika di Negara Eropa, seorang kriminal buronan negara berhasil tertangkap. Sang kriminal adalah buronan kelas kakap yang telah melakukan banyak sekali kejahatan, perampokan, pembunuhan, terorisme dan tidaklah terhitung daftarnya. Pengadilan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya dan mereka mulai mendiskusikan hukuman apa yang akan mereka berikan kepada sang kriminal. Mereka memilih beberapa alternatif, diantaranya hukuman gantung, hukuman tembak, kursi listrik, ruang beracun, dll.

Pada saat diskusi tersebut berlangsung, seorang ilmuwan mencadangkan suatu metode baru sebagai percobaan untuk memberi vonis hukuman mati, suatu metode yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mereka pun mendengarkan ide tersebut dan akhirnya mereka pun menyetujui ide tersebut dan membiarkan sang ilmuwan melakukan riset terhadapnya. Sang kriminal dimasukkan kedalam suatu ruangan dan dibaringkan dengan tubuh terikat. Matanya ditutup dan dibisikkan

"Kamu akan segera dihukum mati! dengan metode terbaru maka urat nadi di pergelanganmu akan kami potong dan darahmu akan segera menetes. Kamu tidak akan merasa sakit karena teknologi yang kami gunakan sangat canggih. Darahmu akan menetes perlahan-lahan dan akan membiarkan dirimu mendengar suara tetesannya. Secara perlahan kamu akan kehabisan darah dan tubuhmu akan melemah, detak jantungmu semakin perlahan.. semakin lemah.. sampai akhirnya kamu akan mati !"

Mereka pun kemudian eksekusi, sang kriminal mulai merasakan potongan di pergelangan tangan kanannya, segera ia merasakan aliran darahnya menetes.. tes..tes... suara tetesan tersebut membuatnya tahu bahwa dia semakin kehilangan darah.. dan tubuhnya semakin lemah.. sampai jantungnya berdetak semakin perlahan.. dan tragisnya diapun mati.

Ironisnya... walaupun sang kriminal tersebut mati. Dia tidak sempat menyadari bahwa percobaan yang dilakukan terhadapnya bukanlah teknologi canggih untuk memotong pergelangannya. Tetapi.. yang mereka lakukan hanyalah.. mengambil sepotong es dingin yang tajam.. kemudian digunakannya potongan tersebut melewati pergelangannya yang sesungguhnya tidak memotong apapun!

Sang kriminal, yang dibuat percaya bahwa pergelangannya telah dipotong, mengikuti semua sugesti palsu yang dikatakan oleh sang ilmuwan. Walaupun yang dikatakan palsu, tetapi sugesti tersebut menjadi 'kenyataan' karena sang kriminal memang mempercayainya!

RENUNGAN:
Dalam otak kita, ada sesuatu yang dinamakan alam bawah sadar, dan apapun yang kita berikan kedalamnya, akan menjadi kenyataan! Tubuh kita akan mempercayai informasi apapun, walaupun itu palsu! Jika kita mempercayainya, maka tubuh kita akan bereaksi seolah-olah itu adalah kenyataan. Sama juga dengan kehidupan, Jika Anda menonton TV yang membentuk pikiran Anda dengan hal-hal yang tidak berguna setiap harinya... maka diri andapun menjadi pribadi yang tidak berguna.

Karena itu, jika Anda menginginkan hal yang terbaik segera isilah pikiran Anda dengan hal-hal positif.. Jika ingin kaya.. isilah otak Anda dengan kekayaan.. Jika ingin sukses, isilah pikiran Anda dengan kesuksesan.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright 2013 Catatan ceritaTemplate by Bamz Templates|suport by Wibialwis Blog |Support Googel